Manado, ObjekBerita.id – Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Manado menyatakan sikap tegas menolak segala bentuk pelaksanaan kongres faksional yang dinilai hanya memperparah perpecahan organisasi.
GMNI Manado mendorong pelaksanaan Kongres Persatuan sebagai forum yang sah, demokratis, dan ideologis untuk menyatukan kembali GMNI secara nasional.
“Dari Timur kami serukan: Wujudkan Kongres Persatuan!” tegas Ketua DPC GMNI Manado, Hizkia Y.K. Rantung, dalam pernyataan sikap resminya, kepada redaksi ObjekBerita.id, Rabu (16/7/2025).
Menurut Hizkia, kongres yang diselenggarakan secara sepihak tanpa kehendak kolektif kader, tanpa transparansi, dan tanpa orientasi ideologis hanyalah formalitas kosong yang gagal menjawab persoalan mendasar organisasi.
Ia menegaskan bahwa GMNI hari ini tidak sedang membutuhkan legitimasi struktural semu, melainkan sebuah gerakan pemulihan total yang menyentuh akar masalah.
“Yang dibutuhkan GMNI saat ini adalah rekonstruksi total organisasi melalui konsolidasi ideologis, penataan struktural, serta penguatan kembali basis kaderisasi di akar rumput,” ujar Hizkia.
Lebih lanjut, GMNI Manado meyakini bahwa satu-satunya jalan keluar dari krisis organisasi ini hanya dapat ditempuh melalui langkah besar dan bermartabat: Kongres Persatuan.
“Kongres Persatuan bukan hanya agenda struktural, tetapi proyek ideologis untuk mengembalikan GMNI ke khittah perjuangan sejati. GMNI tidak boleh terus hidup dalam dua kepemimpinan dan dua narasi yang saling menegasikan,” tegasnya.
GMNI Manado Peringatkan Pemerintah Daerah Tidak Cawe-Cawe
Dalam pernyataannya, Hizkia juga menyoroti keterlibatan sejumlah unsur pemerintah daerah di Sulawesi Utara yang mulai terindikasi memberikan dukungan kepada salah satu faksi dalam konflik internal GMNI.
“Kami mengingatkan dengan tegas: pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota di Sulawesi Utara tidak sepatutnya ikut campur dalam urusan internal GMNI. Setiap bentuk dukungan terhadap salah satu kepengurusan faksional kami anggap sebagai bagian dari upaya melanggengkan perpecahan,” tegasnya.
Ia menegaskan, alih-alih memperkeruh situasi, pemerintah seharusnya mendorong ruang demokrasi yang sehat dan menghormati proses internal yang sedang diupayakan oleh kader-kader GMNI di seluruh Indonesia.
“GMNI adalah organisasi kader, bukan alat kompromi kekuasaan. Jika pemerintah turut campur untuk mendukung salah satu faksi, maka itu jelas merupakan bentuk intervensi terhadap proses pemulihan organisasi yang sedang kami bangun bersama,” tutup Hizkia.
(*/Redaksi)